Type Here to Get Search Results !


 

08. ORANG YANG MASUK DALAM PEMBICARAAN PERINTAH DAN LARANGAN

ORANG YANG MASUK DALAM PEMBICARAAN PERINTAH DAN LARANGAN :
Orang yang masuk dalam pembicaraan perintah dan larangan adalah Mukallaf, yaitu orang yang telah baligh dan berakal.
Maka keluar dari perkataan kami : "orang yang telah baligh": anak kecil, maka dia tidak dibebani perintah dan larangan dengan pembebanan yang sama sebagaimana beban orang yang telah baligh, tetapi dia diperintahkan untuk melakukan ibadah setelah mencapai tamyiz, sebagai latihan baginya dalam ketaatan dan melarang dari kemaksiatan, agar terbiasa menahan diri darinya.
Dan keluar dari perkataan kami : "orang yang berakal" : orang gila, maka dia tidak dibebani perintah dan larangan, tetapi dia dicegah dari apa-apa yang melampaui batas terhadap orang lain atau dari melakukan kerusakan dan seandainya dia melakukan sesuatu yang diperintahkan atasnya, maka perbuatan tersebut tidak sah, karena tidak ada maksud untuk melaksanakan perintah Allah didalamnya.

Dan tidak termasuk atas hal ini diwajibkannya zakat dan hak-hak harta bagi harta anak kecil dan orang gila, karena kewajiban atas hal ini terikat dengan sebab yang tertentu, kapan didapatkan sebab itu (misalnya : haul dan nishob sebagai sebab wajibnya zakat mal, pent) maka ditetapkan hukumnya, maka sesungguhnya masalah ini dilihat pada sebabnya bukan pada pelakunya!

Dan taklif (pembebanan) dengan perintah dan larangan mencakup untuk orang Islam dan orang kafir, tetapi orang kafir tidak sah jika ia melakukan perbuatan yang diperintahkan disebabkan kekafirannya, berdasarkan firman Allah ta'ala :
ﻮﻟِﻪﺳﺑِﺮﻭﺍ ﺑِﺎﻟﻠﱠﻪِ ﻭﻛﹶﻔﹶﺮ ﻢﻬﺇِﻟﱠﺎ ﺃﹶﻧ ﻢﻬﻔﹶﻘﹶﺎﺗﻧ ﻢﻬﻞﹶ ﻣِﻨﻘﹾﺒﺃﹶﻥﹾ ﺗ ﻢﻬﻌﻨﺎ ﻣﻣﻭ
"Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan RasulNya" [QS. At-Taubah : 54]

Dan ia tidak diperintahkan untuk meng-qodho'nya seandainya ia masuk islam, berdasarkan firman Allah ta'ala :
ﻠﹶﻒﺳ ﺎ ﻗﹶﺪﻣ ﻢﻟﹶﻬ ﻔﹶﺮﻐﻮﺍ ﻳﻬﺘﻨﻭﺍ ﺇِﻥﹾ ﻳﻛﹶﻔﹶﺮ ﻗﹸﻞﹾ ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ
"Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa- dosa mereka yang sudah lalu" [QS. Al-Anfal : 38]

Dan sabda Nabi Shollallohu alaihi wa sallam kepada Amr bin al-Ash :
ﻠﹶﻪﺎ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻗﹶﺒﻣ ﺪِﻡﻬﻳ ﻠﹶﺎﻡﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﹾﺈِﺳ ﻭﺮ ﻤﺎ ﻋﻳ ﺖﻠِﻤﺎ ﻋﺃﹶﻣ
"Apakah kamu tidak mengetahui wahai Amr, bahwa islam menghapus apa-apa (dosa-dosa, pent) yang telah lalu"
Dan hanya saja dia akan disiksa disebabkan ia meninggalkannya (perintah, pent) jika ia mati dalam kekafiran, berdasarkan firman Allah ta'ala sebagai jawaban kepada orang-orang yang berdosa ketika mereka ditanya :
ﺎﻛﹸﻨﻭ ﻜِﲔﺍﻟﹾﻤِﺴ ﻄﹾﻌِﻢﻧ ﻚﻧ ﻟﹶﻢﻭ ﻠﱢﲔﺼﺍﻟﹾﻤ ﻣِﻦ ﻚﻧ ﻗﹶﺎﻟﹸﻮﺍ ﻟﹶﻢ ﻘﹶﺮﻓِﻲ ﺳ ﻠﹶﻜﹶﻜﹸﻢﺎ ﺳﻣ
ﻘِﲔﺎ ﺍﻟﹾﻴﺎﻧﻰ ﺃﹶﺗﺘﻳﻦِ ﺣﻡِ ﺍﻟﺪﻮﺑِﻴ ﻜﹶﺬﱢﺏﺎ ﻧﻛﹸﻨﻭ ﺎﺋِﻀِﲔﺍﻟﹾﺨ ﻊﻣ ﻮﺽﺨﻧ
"Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,hingga datang kepada kami kematian"" [QS. Al-Muddatsir : 32-37]

Penghalang-Penghalang Taklif (ﻣﻮﺍﻧﻊ ﺍﻟﺘﻜﻠﻴﻒ) :
Taklif (pembebanan syari'at) memiliki penghalang-penghalang, diantaranya : Kebodohan (ﺍﳉﻬﻞ), lupa (ﺍﻟﻨﺴﻴﺎﻥ) dan keterpaksaan (ﺍﻹﻛﺮﺍﻩ),
berdasarkan sabda Nabi Shollallahu alaihi wa sallam :
ﻪِﻠﹶﻴﻮﺍ ﻋﻜﹾﺮِﻫﺘﺎ ﺍﺳﻣﺎﻥﹶ ﻭﻴﺴﺍﻟﻨﻄﹶﺄﹶ ﻭﺘِﻲ ﺍﻟﹾﺨﺃﹸﻣ ﻦﻋ ﺯﺎﻭﺠﺗ ﺇِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ
"Sesungguhnya Allah telah memaafkan pada ummatku kesalahan, lupa dan apa-apa yang mereka dipaksa atasnya." [HR Ibnu Majah dan Baihaqi] dan hadits ini memiliki penguat-penguat dari Al-Kitab dan As-Sunnah yang menunjukkan atas keshohihannya.

Kebodohan (ﺍﳉﻬﻞ) adalah tidak adanya ilmu, maka kapan saja seorang
mukallaf melakukan suatu perbuatan yang haram karena tidak tahu tentang keharomannya maka ia tidak berdosa, seperti orang yang berbicara dalam sholat karena tidak tahu tentang keharoman berbicara (dalam sholat, pent). Dan jika seseorang meninggalkan suatu perbuatan yang wajib karena tidak tahu tentang wajibnya perbuatan tersebut, maka tidak wajib baginya untuk mengqodho'nya jika waktunya telah berlalu, dengan dalil bahwasanya Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam tidak memerintahkan kepada orang yang jelek dalam sholatnya -yang dia tidak tuma'ninah dalam sholatnya-, Nabi tidak memerintahkan kepadanya untuk mengganti apa yang telah berlalu dalam sholat-sholatnya, dan hanya saja Nabi memerintahkan kepadanya untuk mengerjakan (yakni mengulang, pent) sholat yang masih pada waktunya berdasarkan sisi yang disyari'atkan.
Lupa (ﺍﻟﻨﺴﻴﺎﻥ) : adalah lalainya hati terhadap sesuatu yang diketahui,

Maka jika seseorang mengerjakan sesuatu perbuatan yang haram karena lupa, maka ia tidak berdosa, seperti orang yang makan dalam keadaan berpuasa disebabkan lupa. Dan jika seseorang meninggalkan perbuatan yang yang wajib karena lupa maka tidak ia tidak berdosa pada saat ia lupa. Tetapi dia wajib mengerjakannya ketika dia ingat, berdasarkan sabda Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam :

ﺎﻫ ﺎ ﺇِﺫﹶﺍ ﺫﹶﻛﹶﺮﻠﱢﻬﺼﻼﹶﺓﹰ ﻓﹶﻠﹾﻴﺻ ﺴِﻲﻧ ﻦﻣ

"Barang siapa yang lupa mengerjakan sholat, maka hendaknya ia mengerjakannya ketika ia mengingatnya."
Keterpaksaan (ﺍﻹﻛﺮﺍﻩ) : dipaksanya seseorang mengerjakan sesuatu yang
tidak ia ingink an, maka barang siapa yang dipaksa untuk melakukan sesuatu yang haram, maka ia tidak berdosa, seperti orang yang dipaksa dalam kekafiran dan hatinya tetap dalam keimanan. Dan barang siapa yang dipaksa untuk meninggalkan kewajiban maka ia tidak berdosa pada saat ia dipaksa, dan wajib baginya untuk mengqodho'nya ketika sudah tidak ada paksaan, seperti orang yang dipaksa untuk meninggalkan sholat sampai keluar waktunya, maka sesungguhnya dia wajib untuk mengqodho'nya ketika sudah tidak ada paksaan.

Dan hanya saja pencegah-pencegah ini berhubungan dengan hak Allah, karena hal ini dibangun atas ampunan dan rahmat-Nya, adapun dalam hak- hak sesama makhluk maka tidaklah dicegah dari menanggung apa yang wajib untuk ditanggungnya jika orang yang memiliki hak tersebut tidak ridho dengan gugurnya (hak tersebut, pent), Wallohu a'lam.
Dia wajib mengerjakannya ketika dia ingat, berdasarkan sabda Nabi Shollallohu alaihi wa Sallam :

ﺎﻫ ﺎ ﺇِﺫﹶﺍ ﺫﹶﻛﹶﺮﻠﱢﻬﺼﻼﹶﺓﹰ ﻓﹶﻠﹾﻴﺻ ﺴِﻲﻧ ﻦﻣ

"Barang siapa yang lupa mengerjakan sholat, maka hendaknya ia mengerjakannya ketika ia mengingatnya."
Keterpaksaan (ﺍﻹﻛﺮﺍﻩ) : dipaksanya seseorang mengerjakan sesuatu yang
tidak ia ingink an, maka barang siapa yang dipaksa untuk melakukan sesuatu yang haram, maka ia tidak berdosa, seperti orang yang dipaksa dalam kekafiran dan hatinya tetap dalam keimanan. Dan barang siapa yang dipaksa untuk meninggalkan kewajiban maka ia tidak berdosa pada saat ia dipaksa, dan wajib baginya untuk mengqodho'nya ketika sudah tidak ada paksaan, seperti orang yang dipaksa untuk meninggalkan sholat sampai keluar waktunya, maka sesungguhnya dia wajib untuk mengqodho'nya ketika sudah tidak ada paksaan.

Dan hanya saja pencegah-pencegah ini berhubungan dengan hak Allah, karena hal ini dibangun atas ampunan dan rahmat-Nya, adapun dalam hak- hak sesama makhluk maka tidaklah dicegah dari menanggung apa yang wajib untuk ditanggungnya jika orang yang memiliki hak tersebut tidak ridho dengan gugurnya (hak tersebut, pent), Wallohu a'lam.

VIDEO KAJIAN SYARAH  USHUL MIN 'ILMIL USHUL
=>by Musyaffa Ad Dariny:

=>by ustadz Muflih Safitra"Hukum taklifi.": https://m.youtube.com/watch?v=nI7P2Y2kPwk